Janganlah terbawa emosi dalam berdebat mengenai masalah agama karena tidak ada kerugian sedikitpun bagi kita bila orang menolak kebenaran.
Jika setelah diberi penjelasan dengan sungguh-sungguh ternyata orang itu masih juga tetap ingkar, tidak usah gusar atau bersedih hati. Tugas kita hanya sebatas menyampaikan (Al-An'aam 69), Allah lah yang menentukan hasilnya.
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ
Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-sekali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (Ar-Room 30:60)
وَمَا عَلَيْكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ
Padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). (Abasa 80:7)
Hendaklah selalu disadari bahwa hati yang buta tidak akan dapat menerima petunjuk, seperti halnya orang buta tidak akan pernah dapat melihat cahaya.
وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا
Barangsiapa yang disesatkan Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisaa' 4:88)
Sejarah telah untuk membuktikan, paman Nabi sendiri pun (yaitu Abu Thalib) sampai akhir hayatnya tetap memilih kafir, walaupun Nabi sangat menginginkan agar pamannya itu beriman. Hal yang sama terjadi juga pada istri dan anak Nabi Nuh, yaitu mereka tetap tidak mau menjadi pengikut Nabi Nuh. Demikian pula yang terjadi pada istri Nabi Luth.
Sayyidina Ali Bin Abi Thalib ra. dalam hal ini berkata:
Para ahli agama yang paling bijak ialah mereka yang tidak membuat orang berputus asa akan Rahmat Allah atau kehilangan harapan akan santunan dan kasih-sayang-Nya, tetapi juga tidak membuat orang terus-menerus merasa aman dari pembalasan-Nya.
Dikutib dari buku : Bahan Renungan Kalbu