Korupsi merupakan penyakit yang sudah menggejala di negeri yang pernah mendapat predikat sebagau negara terkorup.
Jika pada jaman orde baru korupsi dilakukan terstruktur, dimana setiap orang bisa melakukan korupsi dengan mendapatkan "perlindungan" dari penguasa, karena penguasanya juga korupsi. Jika ada bekas pegawai pemerintahan setelah pensiun tapi miskin, maka itu merupakan kesalahannya sendiri karena tidak korup pada saat "berkuasa".
Pada jaman reformasi sekarang ini, korupsi merupakan ladang baru bagi mereka yang sebelumnya tidak mendapat kesempatan untuk korupsi. Untuk melampiaskan kesempatan yang tidak pernah didapat sebelumnya, maka setiap orang melakukan tindakan korupsi tanpa merasa takut dan malu dan bahkan korupsi dilakukan secara berjamaah.
Pada jaman orde baru, ditangkap karena kasus korupsi adalah sesuatu hal yang memalukan, akan tetapi pada jaman refirmasi sekarang ini sudah menjadi hal yang wajar seseorang ditangkap karena kasus korupsi. Seorang tersangka korupsi masih bisa tersenyum dan tertawa pada saat dia dituduh sebagai pelaku korupsi, sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada masa orde-baru.
Tapi sialnya, bagi mereka yang tidak melakukan tindakan korupsi juga bisa terjerat dan dituduh sebagai pelaku korupsi, karena undang-undangnya memungkinkan seseorang disangkakan melakukan korupsi.
Dengan berbagai defenisi hukum tentang korupsi sekarang ini, ada empat kriteria seseorang dituduh sebagai pelaku korupsi, yaitu:
Pertama; orang melakukan korupsi karena kebutuham. Kelompok ini mereka melakukan korupsi dikarenakan karena kebutuhan atau by need, misalnya orang miskin atau pegawai kecil melakukan korupsi, karena butuh.
Kedua; orang melakukan korupsi dikarenakan tidak pernah puas atau rakus, seseorang sudah mempunyai harta tapi karena ada kesempatan maka dia melakukan korupsi. Mereka ini memang sengaja melakukan korupsi untuk memenuhi nafsu keserakahan akan harta. Mereka ini tidak pernah puas kalau belum mendapatkan harta yang berlimpah dan bahkan makin rakus dengan bertambahnya harta yang dikorup.
Ketiga; orang dituduh melakukan korupsi karena korban atau dengan kata lain dijebak untuk melakukan korupsi. Orang-orang ini merupakan orang-orang yang tidak mengerti atau tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah merupakan tindakan korupsi yang merugikan orang lain atau negara.
Keempat, orang-orang yang dituduhkan melakukan korupsi karena kecelakaan. Mereka ini melakukan tugas sesuai dengan amanat yang diemban, akan tetapi karena kekurang hati-hatian dalam melaksanakan tugas, maka apa yang diamanatkan kepada mereka menjadikan mereka menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Untuk kasus terakhir ini yang banyak menimpa para mantan pejabat di negeri ini. Orang-orang yang dikenal sebagai orang bersih dan jujur akan tetapi menyandang predikat sebagai tersangka koruptor setelah mereka tidak lagi menjabat.
Untuk mereka yang masuk dalam kelompok pertama dan kedua adalah mereka yang memang sudah mempunyai niat untuk melakukan korupsi dan bagi mereka ini sudah sepantasnya undang-undang anti korupsi debrikan kepada mereka dengan hukuman yang berat.
Bagi mereka yang masuk kelompok ketiga, diperlukan kajian yang utuh untuk mendapatkan keadilan, karena mereka ini sesungguhnya adalah orang-orang yang terlalu lugu, sehingga dengan keluguan mereka, dimanfaatkan oleh pihak lain untuk mengambil keuntunga.
Sedangkan mereka yang masuk kedalam kelompok keempat adalah mereka yang menjadi korban karena persepsi dalam menterjemahkan undang-undang yang ada. Bagi mereka sebagai pelaksana tugas, tentu menggap itu sebagai suatu keharusan, tapi bagi kalangan lain bisa dianggap sebagai palanggaran.
Tentu kita semua setuju, korupsi harus dihukum dengan seberat-beratnya, tapi kita juga setuju, mereka yang memang tidak terlibat dalam tindakan korupsi harus dibersihkan dari segala sangkaan dan tuduhan. Sehingga untuk mencapai rasa keadlian, maka rasanya perlu dilakukan revisi tentang undang-undang anti korupsi di negeri ini.